PENDIDIK
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pengantar
Pendidikan
Di susun oleh :
Kelompok 10
Amalia Gina Lestari (140641173)
Maya Sari (140641160)
Kelas : SD14. A-5
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH CIREBON
CIREBON
2014
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh,
Alhamdulillahirabbil’alamin, sungguh tidak ada ucapan yang lebih pantas
kita ucapkan kecuali rasa syukur kepada Allah SWT, atas nikmat dan karunia yang
terlimpah kepada kita. Shalawat serta salam semoga Allah curahkan kepada kita
manusia pilihan Rasulullah Saw juga kepada keluarganya, para sahabat, dan kita
sebagai umatnya.
Ucapan syukur kami tidak terhenti karena Alhamdulillah kami telah
menyelesaikan tugas makalah pengantar pendidikan ini. Terimakasih juga kepada
dosen pengampu kami K.H. Toto Sianti Aji, M.Ag karena tanpa bantuan beliau kami
tidak bisa menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Mohon maaf apabila di
dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan dan kami sangat berterima
kasih apabila kami di beri kritik dan saran atas pembuatan makalah ini agar
kami tahu dan lebih baik lagi.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh
Cirebon, 24 Desember 2014
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.............................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan................................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidik........................................................................... 3
B.
Karakteristik Manusia Sebagai Pendidik........................................... 12
C.
Ketauladanan..................................................................................... 16
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................ 24
B.
Saran.................................................................................................. 24
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... 25
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Para
pendidik adalah guru, orang tua, tokoh masyarakat, dan siapa saja yang
memfungsikan dirinya untuk mendidik. Siapa saja dapat menjadi pendidik dan
melakukan upaya untuk mendidik secara formal maupun nonformal. Para pendidik
haruslah orang yang patut diteladani. Orang yang membina, mengarahkan,
menuntun, dan mengembangkan minat serta bakat anak didik, agar tujuan
pendidikan tercapai dengan baik. Para pendidik adalah subjek yang melaksanakan
pendidikan. pendidik mempunyai peran penting untuk berangsungnya pendidikan.
baik atau tidaknya pendidik berpengaruh besar terhadap hasil pendidikan. para
pendidik memikul tanggung jawab yang berat untuk memajukan kehidupan bangsa.
Oleh karena itu, Negara bertanggung jawab untuk meningkatkan kinerja para
pendidik melalui beberapa peningkatan. Misalnya peningkatan kesejahteraan para
pendidikan, menaikan tunjangan fungsional para pendidik, membantu dana
pendidikan lanjutan hingga meraih gelar doktor dan memberikan beasiswa untuk
berbagai penelitian.[1]
Pendidik
merupakan faktor penting dari sistem pendidikan yang sedang berlangsung.
Pendidik merupakan orang terdepan untuk peningkatan SDM sebab pendidik adalah
ujung tombak bagi keunggulan manusia.[2]
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian pendidik?
2. Bagaimana
karakteristik manusia sebagai pendidik?
3. Apa
dan bagaimana ketauladanan?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui pendidik dalam suatu pendidikan
2. Untuk
mengetahui bagaimana karakteristik manusia sebagai pendidik
3. Untuk
mengetahui apa itu ketauladanan dan bagaimana ketauladanan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
Dalam Kamus
Umum Bahasa Indonesia (JS. Badudu dan Sultan Mohammad) disebutkan bahwa:
“Pendidik adalah guru atau orang yang mendidik.”[3]
Secara umumnya pendidik ialah orang yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta
didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, oleh sebab itu yang bertanggung
jawab terhadap pendidikan ialah orang tua dalam keluarga, guru/pendidik dalam
sekolah, pemimpin program pembelajaran, latihan dan masyarakat/ organisasi.[4]
Pendidik dalam islam adalah orang-orang yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan
perkembangan seluruh potensi peserta didik, baik potensi efektif, potensi
kognitif maupun potensi psikomotorik. Pendidik sebagai faktor yang menentukan
mutu pendidikan. karena pendidik berhadapan langsung dengan para peserta didik
dalam proses pembelajaran di kelas. Ditangan pendidik mutu kepribadian mereka
dibentuk.[5]
Istilah pendidik juga memiliki banyak makna, dalam
beberapa istilah pendidik sering disamakan dengan guru walaupun pada hakikatnya
berbeda akan tetapi apa yang dimaksudkan sebenarnya sama. Pendidik adalah bapak
rohani (spiritual father) bagi
peserta didik, yang memberikan jiwa dengan ilmu, pembinaan akhlak dan
meluruskan perilakunya yang buruk.[6]
Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan
guru (gu dan ru) yang berarti”digugu dan
ditiru”. Namun dalam paradigm baru,
pendidik tidak hanya bertugas sebagai pengaja, tetapi juga motivator atau fasilitator proses belajar mengajar yaitu
relasi dan aktualisasi sifat-sifat ilahi manusia degan cara aktualisasi
potensi-potensi manusia untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.[7]
Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasiona, pendidik adalah tenaga professional yang bertugas
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
melakuka pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat. Pendidik berkewajiban: (1) menciptakan suasana pendidikan
yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis; (2) mempunyai
komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; (3) memberi
teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi dan kedudukan sesuai dengan
kepercayaan yang diberikan kepadanya. Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademikdan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani,
serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Koalifikasi akademik adalah tingkat
pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan
dengan ijazah dan atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan
perundang-undangan yang berlaku. Sementara itu, kompetensi sebagai agen
pembelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
professional, dan kompetensi sosial. (PP 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan).[8]
Dalam pendidikan, guru adalah seseorang pendidik,
pembimbing, pelatih, dan pemimpin yang dapat menciptakan iklim belajar yang
menarik, memberi rasa aman, nyaman dan kondusif dalam kelas. [9]
Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan sangat krusial, sebab kewajibannya
tidak hanya mentransformasikan pengetahuan (knowledge)
tetapi juga dituntut menginternalisasikan nilai-nilai (value/qimah) pada peserta didik. Bentuk nilai yang
diinternalisasikan paling tidak meliputi: nilai etis,nilai pragmatis, nilai effect dan nilai religious.[10]
Dalam pendidikan, seorang pendidik mempuyai tugas
ganda, yaitu sebagai abdi Negara dan abdi masyarakat.sebagai abdi Negara
pendidik dituntut melaksanakan tugas-tugas yang menjadi kebijakan pemerintah
dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Dan sebagai abdi masyarakat,
pendidik dituntut berperan aktif mendidik masyarakat dari belenggu keterbelakangan
menuju masa depan yang gemilang.[11]
Dan untuk dapat melaksanakan hal itu semua seorang pendidik harus memenuhi
persyaratan dan kompetensi juga profesional. Kompetensi dasar bagi pendidik
ditentukan oleh tingkat kepekaannya dari bobot potensi dasar dan kecenderungan
kecenderungan yang dimilkinya.[12]
Secara umum, pendidik memiliki peran penting dalam
pendidikan karakter dan peningkatan SDM maka ada beberapa kualifikasi yang
harus dimiliki oleh pendidik atau guru, yaitu:[13]
1. Berkualitas
professional;
2. Tampil
sebagai teladan (uswah/role model);
3. Melaksanakan
tugas berlandaskan “niat ibadah” kepada Allah, bukan berorientasi duniawi atau
materi semata.
Syarat
mendasar bagi pendidik profesinal:[14]
1. Besredia
untuk selalu belajar;
2. Secara
teratur membuat rencana pembelajaran sebelum mengajar;
3. Bersedia
diobservasi;
4. Selalu
tertantang untuk meningkatkan kreativitas;
5. Memiliki
karakter yang baik.
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
sidik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah. Pada tingkat yang sangat umum, guru adalah seseorang
yang membantu orang lain belajar. Namun sesungguhya guru melakukan lebih banyak
hal dari pada sekedar menjelaskan, menerangkan (ceramah), dan memberi latihan.
Mereka juga mendesain materi, membuat penugasan, mengevaluasi perilaku peserta
didik, dan menetapkan disiplin. Mereka harus memilki catatan, mengatur ruang
kelas, menciptakan pengalaman belajar, berbicara kepada para orang tua, dan
membimbing peserta didik.guru memiliki banyak peran, diantaranya: [15]
a. Guru
sebagai Ahli Instruksional.
Guru harus selalu membuat keputusan
mengenai materi dan metode pengajaran. Keputusan-keputusan ini didasarkan pada
sejumlah faktor, termasuk masalah subyek yang ada, kemampuan dan kebutuhan
siswa, dan seluruh tujuan yang hendak dicapai. Apa cara terbaik untuk
mengajarkan pembagian kepada siswa kelas dua. Bagaimana saya dapat mengajarkan
menulis kreatif kepada siswa yang tidak pernah memiliki kemampuan dasar
menulis? Buku apa yang hendaknya saya gunakan untuk mengajar membaca bagi siswa
yang memiliki kemampuan membaca yang kurang. Guru membuat ratusan keputusan
instruksional ini setiap minggu. Sebagai tambahan, mereka ahli untuk mengetahui
jawaban atas berbagai pertanyaan mengenai subyek itu sendiri.[16]
b. Guru
sebagai Motivator
Tidak ada guru yang otomatis atau
secara magis berhasil dalam pembelajaran siswa. Siswa harus bertindak. Salah
satu peran guru yang sangat penting adalah peran sebagai motivator. Namun
demikian, motivasi memiliki lebih daripada sekedar mengawali tiap pelajaran
dengan sesuatu yang menyenangkan. Banyak ketetapan memiliki satu efek pada
motivasi siswa. Sebagai contoh, metode penilai yang digunakan seorang guru
dapat memotivasi siswa untuk mencoba lebih keras atau bangkit. Semua materi
kelas yang dipilih sesuai dengan ketertarikan dan kemampuan siswa akan membantu
memotivasi siswa untuk belajar.[17]
c. Guru
sebagai Manager
Kebanyakan guru sekolah dasar, rata-rata
hanya menggunakan 20 hingga 30 persen waktu untuk melakukan interaksi verbal
langsung dengan para siswa (Rosenshine, 1977). Sedangkan 70 persen sisanya,
digunakan untuk beberapa bentuk manajemen. Jumlah untuk pengajaran langsung di
sekolah sekunder lebih tinggi, namun pengaturan kelas tetap memiliki satu
persentase yang besar dari waktu guru. Manajemen mencakup melakukan supervise
(pembimbingan) aktivitas kelas, mengatur pelajaran, melengkapi formulir,
mempersiapkan tes, dan melakukan pencatatan. Guru juga akan bersentuhan dengan
tipe manajemen lain; manajemen kelas, atau pemeliharaan satu lingkungan
pembelajaran yang sehat yang relative bebas dari problem-problem perilaku. Guru
perlu mengembangkan sejumlah metode untuk berhubungan dengan problem perilaku
moyor (utama) dan minor (sepele), sehingga kelas dapat melaksanakan proses
pembelajaran.[18]
d. Guru
sebagai Pemimpin
Meskipun guru harus meperhatikan
kebutuhan tiap siswa, dalam kenyataan mereka jarang bekerja dengan
individu-individu dalam satu waktu yang sama. Seorang guru yang efektif adalah
seorang pemimpin, yang menggunakan kekuatan kelompok secara efektif untuk
mendorong perkembangan individual. Dalam perannya sebagai pemimpin kelompok,
“Guru diharapkan menjadi ‘wasit’, detektoif, orang yang meringankan
kegelisahan, target perasaan dan frustrasi, teman dan orang kepercayaan, obyek
afeksi dan ‘kejengkelan’ dan ego supporter”.[19]
e. Guru
sebagai Konselor
Meskipun tidak dapat diharapkan guru
bertindak sebagai konselor yang membimbing, akantetapi mereka harus menjadi
pengamat yang peka terhadap perilaku manusia. Mereka harus mencoba memberikan
respon konstruktif ketika mendapatkan emosi siswa dalam jalur pembelajaran
mereka. Mereka perlu tahu ketika seorang siswa perlu menemui ahli kesehatan
mental. Seringkali guru diharapkan menetapkan (administer) intelegensi,
prestasi, dan tes-tes bakat yang
distandarkan, dan menafsirkan hasil tes-tes ini bagi para siswa dan orang
tuanya.[20]
f. Guru
sebagai “Insinyur Lingkungan”
Istilah “Insinyur Lingkungan”
mungkin tampak jauh (tidak berkaitan) ketika anda piker mengeni pengajaran.
Namun cara penggunaan ruang kelas, dapat membantu atau malah menghambat
pembelajaran. Perubahan-perubahan yang dibuat guru mungkin merupakan
rekonstruksi minor (contoh poster dan tempat duduk yang dapat berupa satu
lingkaran untuk diskusi), atau merupakan rekonstruksi mayor (besar). Dana
sekolah biasanya tidak mengijinkan pembelian rak buku tambahan, pemisah ruang,
atau carrel pembelajaran. Jadi, dalam
perannya sebagai “insinyur linhkungan” bebrapa guru bahkan membuat atau
mengadaptasi mebelar untuk kelasnya. Instrutur yang menggunakan hari Sabtu
untuk membuat satu sudut baca pada kelas, ini merupakan salah satu tindakan
atas peran guru yang banyak tersebut.[21]
g. Guru
sebagai Model (Teladan)
Apapun yang di lakukan seorang guru,
maka tindakan tersebut akan menjadi model bagi siswa. Antusiasme untuk satu
subyek akan lebih menyenangkan bila diajarkan oleh seorang guru yang antusias
dengan memberikan sedikit demonstrasi sempurna daripada menjadi seorang instruktur
yang membosankan, seperti berceramah dengan mengagumkan atas nilai subyek
tersebut. Ketika itu guru menggunakan keteadanannya secara mendalam.
Demonstrasi dalam pendidikan fisik, ekonomi rumah, dan seni industrial
seringkali memberikan contoh keteladanan langsung. Namun demikian, dalam banyak
kasus lain guru tidak menyadari peran mereka sebagai model. Contoh, guru tetap
bertindak sebagai model ketika mendemonstrasikan bagaimana memikirkan masalah.
Ketika mereka memaksaan solusinya kepada para siswa, maka para siswa akan
belajar bahwa hanya ada satu jawaban terbaik, yakni jawaban otoritas (guru).
Ketika mereka membawa siswa berfikir dengan arternatif, maka siswa akan lebih
banyak belajar bahwa mereka mampu untuk menghadapi berbagai masalah.[22]
Pengajar atau pendidik sebagai direktur proyek, oleh
karena guru harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang
dihadapi umat manusia, membantu mereka merasa mengenali masalah-masalah
tersebut sehingga mereka merasa terikat untuk memecahkannya, dan menjamin bahwa
mereka memiliki keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah-masalah
tersebut, maka tugas guru atau pendidik adalah sebagai direktur proyek. Apabila
mereka tidak memilikinya, adalah tugas guru untuk mengajarkannya. Guru sebagai Pemimpin
Penelitian, guru harus terampil dalam membantu peserta did menghadapi
kontroversi dan perubahan, karena sebagian terbesar masalah-masalah yang
dipecahkan adalah masalah-masalah yang kontroversial. Guru harus menumbuhkan
berfikir berbeda-beda sebagai suatu cara untuk menciptakan
alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilan.[23]
Guru harus mampu mengorganisasikan dengan baik
berbagai macam kegiatan belajar serempak. Peranan guru kuat dalam mempengaruhi
dan mengawasi kegiatan-kegiatan di kelas. Guru berperan sebagai sebuah contoh
dalam pengawalan nilai-nilai dan penguasaan pengetahuan atau gagasan-gagasan.[24]
Guru juga motivator bagi siswa. Apabila tidak memiliki motivasi yang tinggi
daam dirinya, siswa didiknyapun memiliki motivasi yang rendah dalam menjalani
proses pembelajaran dan diterpa keputusan yang berkepanjangan. Motivasi yang
dimiliki guru di tembah dengan produktivitas guru dalam segala proses
pembelajaran, dapat meningkatkan motivasi dan produktivitas kepribadian siswa. Bagi
siswa, merupakan kepribadian yang utuh. Gurupun dianggap sebagai cermin
hidupnya. Semangat guru melalui motivasi dijadikan oleh siswa sebagai inspirasi
dalam menjalani hidupya, sedangkan produktivitas seorang guru dijadikan siswa
sebagai ilmu yang berguna dalam mengisi kehidupan yang lebih baik.[25]
Dalam teori Pendidikan, guru mempunyai
peran dominan dalam penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar dikelas dan guru
hendaknya orang yang telah menguasai suatu cabang ilmu, seorang guru yang ahli
(a master teacher) bertugas
membimbing diskusi yang akan memudahkan siswa menyimpulkan kebenaran-kebenaran
yang tepat, dan yang wataknya tanpa cela. Guru dipandang sebagai orang yang
memilki otoritas dalam suatu bidang pengetahuan dan keahliannya tidak
diragukan.[26]
B.
Karakter
Manusia sebagai Pendidik
Dalam pendidikan Islam, seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik
yang dapat membedakannya dari yang lain. Dalam hal ini An-Nahlawi membagi
karakteristik pendidik muslim kepada beberapa bentuk, diantaranya yaitu:[27]
1.
Bersifat ikhlas: melaksanakan tugasnya
sebagaipendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan
kebenaran.
2.
Mempunyai watak dan sifat rubbaniyah.
3.
Bersifat sabar dalam mengajar.
4.
Jujur dalam menyampaikan apa yang
diketahuinya.
5.
Mampu menggunakan metode mengajar yang
bervariasi.
6.
Mampu mengelola kelas dan mengetahui
psikis anak didik, tegas dan proposional.
Sementara
dalam kriteria yang sama Al-Abrasyi memberikan batasan tentang karakteristik
pendidik, diantaranya :[28]
1.
Seorang pendidik hendaknya memiliki
sifat zuhud yaitu melaksanakan tugasnya bukan semata-mata karena materi akan
tetapi lebih dari itu adalah karena mencari keridhaan Allah.
2.
Seorang pendidik hendaknya bersih
fisiknya dari segala macam kotoran dan bersih jiwanya dari segala macam sifat
tercela.
3.
Seorang pendidik hendaknya Ikhlas, tidak
riya’, pemaaf, dan mencintai peserta didik juga mengatahui karakteristik anak
didiknya.
Secara umum, karakter pendidik yang berkarakter adalah:[29]
a.
Mengharap ridha Allah;
b.
Jujur dan amanah;
c.
Komitmen dalam ucapan dan tindakan;
d.
Adil;
e.
Berakhalak mulia;
f.
Rendah hati;
g.
Berani;
h.
Menciptakan nuansa keakraban;
i.
Sabar dan mengekang hawa nafsu;
j.
Baik dalam tutur kata;
k.
Tidak egois.
Sikap dan sifat-sifat guru atau pendidik yang baik
adalah: (1) bersikap adil; (2) percaya dan suka kepada murid-muridnya; (3)
sabar dan rela berkorban; (4) memiliki wibawa di hadapan peserta didik; (5)
penggembira; (6) bersikap baik terhadap guru-guru lainnya; (7) bersikap baik
terhadap masyarakat; (8) benar-benar menguasai mata pelajarannya; (9) suka
dengan mata pelajaran yang diberikannya; dan (10) berpengetahuan luas (Ngalim
Purwanto, 2002).[30]
Sementara itu, Departemen Pendidikan Amerika Serikat
menggambarkan bahwa guru yang baik adalah dengan ciri-ciri sebagai berikut:[31]
a.
Guru yang baik adalah guru yang waspada
secara professional. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah
menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda.
b.
Mereka yakin akan nilai atau manfaat
pekerjaannya. Mereka terus berusaha memperbaiki dan meningakatkan mutu
pekerjaanya.
c.
Mereka tidak lekas tersinggung oleh
larangan-larangan dalam hubungannya dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan
oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara
psikologis lebih matang sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat
ditaksir.
d.
Mereka memiliki seni dalam
hubungan-hubungan manusiawi yang diperolehnya dari pengamatannya tentang
bekerjanya psikologi, bologi, dan antropologikultural di dalam kelas.
e.
Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh
mereka sadar bahwa dibawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah
nasibnya (Hamalik, 2002).
Sifat-sifat atau karakteristik guru atau
pendidik yang disenangi oleh peserta didik adalah :[32]
a.
Demokratis, yakni guru yang memberikan
kebebasan kepada anak di samping mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu,
tidak bersifat otoriter, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan
serta dalam berbagai kegiatan.
b.
Suka bekerja sama (kooperatif), yakni
guru yang bersikap saling memberi dan saling menerima serta dilandasi oleh
kekeluargaan dan toleransi yang tinggi.
c.
Baik hati, yakni suka memberi dan berkorban
untuk kepentingan anak didiknya.
d.
Sabar, yakni guru yang tidak suka marah
dan lekas tersinggung seta suka menahan diri.
e.
Adil, yakni membeda-bedakan anak didik
dan memberi anak didik sesuai dengan kesempatan yang sama bagi semuanya.
f.
Konsisten, yakni selalu berkata dan
bertindak sama sesuai dengan ucapannya.
g.
Bersifat terbuka, yakni bersedia
menerima kritik dan saran serta mengakui kekurangan dan kelemahannya.
h.
Suka menolong, yakni siap membantu anak
didik yang mengalami kesulitan atau masalah tertentu.
i.
Ramah-tamah, yakni mudah bergaul dan
disenangi oleh semua orang, tidak sombong dan bersedia bertindak sebagai
pendengar yang baik disamping sebagai pembicara yang menarik.
j.
Suka humor, yakni pandai membuat peserta
didik menjadi gembira dan tidak tegang atau terlalu serius.
k.
Memiliki beragam macam minat, artinya
dengan bermacam minat akan merangsang siswa dan dapat melayani berbaga minat
anak didik.
l.
Menguasai bahan pelajaran, yakni dapat
menyampaikan materi pelajaran dengan lancar dan menumbuhkan semangat di kalangan
anak didik.
m.
Fleksibel, yakni tidak kaku dalam
berskap dan berbuat serta pandai menyesuaikan diri denagn lingkungannya.
n.
Menaruh minat yang baik kepada siswa,
yakni peduli dan perhatian kepada minat siswa.
C. Ketauladanan
Ketauladan berasal dari kata “teladan” yang memiliki
arti sesuatu yang patut ditiru untuk dicontoh tentang perbuatan, kelakuan,
sifat, dan lain sebagainya. Sedangkan teladan merupakan perilaku seseorang yang
sengaja dilakukan atau dijadikan contoh bagi orang yang mengetahuinya atau melihatnya.
Dalam bahasa Arab, teladan adalah Uswatun Hasanah. Mahmud Yunus mendefinisikan
“uswatun” sama dengan “qudwah” yang berarti “ikutan” dan “hasanah” diartikan
perbuatan yang baik, jadi Uswatun Hasanah adalah suatu perbuatan baik seseorang
yang patut ditiru atau diikuti orang lain.[33]
Menjadi teladan adalah dambaan setiap orang. Karena
eksistensi kita sebagai manusi memang sudah dirancang oleh Allah sebagai
Khalifah di muka bumi, yaitu pengelola bumi untuk kemaslahatan bersama. Oleh
karena itu setiap orang berpotensi untuk menjadi teladan bagi yang lain, agar
manfaat keberadaan hidupnya terasa bagi bersama. Kendati begitu, menjadi
teladan harus datang dengan sendirinya. Guru adalah profesi, jabatan atau
pekerjaan yang paling mungkin menyumbangkan manusia-manusia teladan. Dan memang
seyogyanya dari profesi inilah lahir manusia-manusia yang mempunyai integrasi
dan layak diteladani. Pendidikan karakter dan pendidikan berkarakter hanya akan
berhasil bila motor penggerak utamanya, yaitu guru sebagai pendidik, telah
sampai pada posisi “orang yang layak diteladani”. Dengan demikian, guru menjadi
teladan sejati. Dari tangan para teladan sejati inilah akan lahir generasi
hebat yang akan mengubah jalannya sejarah sebuah bangsa dan Negara.[34]
Sejarah mencatat, bahwa orang-orang yang menjadi teladan umat atau contoh
perilaku baik bagi masyarakat adalah mereka yang mepunyai prinsip hidup yang
kuat tidak datang kepada jiwa yang lemah. Sebagai contoh, Rasulullah Saw adalah
pribadi yang kuat. Karena beliau sudah “dibenturkan” oleh kesulitan dan
perjuangan hidup sejak balita, kanak-kanak dan remaja. Figur beliau diakui oleh
kawan dan lawan sebagai sosok yang mempunyai prinsip kuat. Orang-orang yang
layak diteladani pasti adalah orang-orang dengan integrasi dan prinsip hidup yang
kuat. Kalau di seorang guru, maka dia adalah guru dengan kepercayaan diri yang
tinggi, yang tertanam dalam hatinya keinginan membentuk sebuah generasi
berakhlak mulia dengan keikhlasan yang luar biasa. [35]
Teladan dua Nabi besar dalam Al-qur’an, Allah berfirman,
“sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik begimu
pada Ibrahim dan dan orang-orang yang bersama dengannya…” (QS. Al-Mumtahanah
60:4)
Nabi Ibrahim As dijadikan teladan oleh
Allah karena beliau memiliki syarat-syarat yang memang layak menjadi figur
teladan. Beliau adalah sosok yang luar biasanya. Boleh jadi beliau sudah
ditakdirkan Allah untuk mencapai kenabiannya melalui jalan yang berliku. Beliau
berkontemplasi untuk “mencari” Tuhan. Ini menunjukan, seluruh potensi
kemanusiaan sosok Ibrahim bekerja maksimal, baik intelektual, emosional maupun
spiritualnya. Orang yang pantas menjadi tauladan utama perilaku adalah orang
yang hatinya hidup dan senantiasa terhubung dengan Allah. Karena hanya dengan
begitu seluruh aktivitasnya terbimbing dan ridha Allah pasti tidak akan
menyesatkan manusia yang menjadikannya sebagai panutan atau teladan. Dia akan
mengantarkan manusia pada kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan memahami
dirinya dan mengenali Tuhannya.[36]
Dengan redaksi yang hampir sama, Allah
berfirman kembali tentang manusia yang dapat dijadikan contoh oleh seluruh
manusia,
“ Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah (Muhammad) itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab 33 : 21)
Dari ayat tersebut, jelas bahwa dua
orang Nabi, yaitu Nabi Muhammad Saw dan Nabi Ibrahim As, adalah manusia yang
perlu dijadikan model atau contoh bagi para pemimpin, pengajar, pendidik atau
guru yang professional. Karena di dalam diri kedua Nabi tersebut dilengkapi
Allah dengan kemuliaan sifat-sifat-Nya yang menjadi benteng dalam setiap
bertindak dan berbicara. Bila guru, dan semua manusia, menajdikan Rasulullah
Saw sebagai model dan suri teladan yang professional, maka di dalam perangkat
diri guru pun sesungguhnya terdapat sifat yang bisa dikembangkan untuk
dijadikan teladan bagi murid-muridnya. Dan di dalam Al-qur’an perangkat diri
diabadikan dengan indah. Perangkat itu adalah:[37]
1.
Teladan dalam Memperhatikan
Guru yang bisa menjadikan dirinya
teladan dalam memberikan perhatian, dalam hal ini perhatian terhadap
murid-muridnya. Siapapun muridnya dan dari strata sosial manapun dia berasal,
dia tetap akan memberikan perhatian yang sama. Sehingga dimata murid-muridnya
dia adalah sosok teladan. Dan di matanya, para murid itu adalah anak-anak yang
menyenangkan dan menenteramkan ketika di pandang. Guru tidak boleh memandang
murid-murid secara berbeda, sehingga menimbulkan kecemburuan diantara para
murid. Dia harus adil dalam membagi pandangan. Bersikap adil dalam memberi
penghartian kepada murid-murid akan meningkatkan semangat belajar dan
kepercayaan atau keyakinan diri murid. Ketika guru menjadi teladan dalam
memperhatikan, dia telah menamamkan pondasi keberhasilan kepada murid-muridnya.
Dia telah melangkah di jalan yang benar, yang akan diikuti oleh murid-muridnya.
Tapi sebaliknya, ketika dia hanya cenderung memperhatikan satu-dua atau
beberapa murid saja, maka dia telah menanamkan bibit-bibit permusuhan diantara
murid-muridnya.[38]
2.
Teladan dalam Mendengarkan
Ketika murid datang kepada seorang guru,
mengeluhkan keadaanya, curhat tentang keluarganya atau merasa kesulitan
menghadapi pelajaran, guru harus memperhatikan empatinya. Dia harus menjadi
pendengar yang baik. Dia harus menjadi
teladan dalam mendengarkan. Telinganya menjadi sarana untuk menampung kebaikan.
Itulah telinga sami’na wa atha’na.
Telinga yang siap mendenar sekaligus siap untuk menaati dan mengikuti apa yang
dia dengar. Guru harus menjadi teladan dalam mendengarkan, agar murid-muridnya
merasa lebih dari sekedar diperhatikan. Ketika seseorang didengarkan, maka dia
akan merasa diperhatikan yang pada gilirannya dia akan merasa dihargai. Dengan
begitu, tidak ada jarak antara guru dan murid. Kalaupun ada jarak, itu hanya
jarak usia dan pengalaman saja. Diriwayatkan dari Imam Hasan Al-Basri, beliau
berkata bahwa jika seorang guru diberikan gaji, lalu dia tidak bersikap adil
(dalam perhatian dan sebagainya) diantara para muridnya, maka dia akan dicatat
sebagai orang zalim.[39]
3.
Teladan dalam Memotivasi
Posisi guru adalah posisi yang sangat
strategis untuk memberikan motivasi, semangat dan dorongan kepada murid agar mencapai sebuah
keberhasilan. Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara merumuskan posisi
strategis guru sebagai teladan dalam memberikan motivasi dengan 3 ungkapam yang
legendaris:[40]
a.
Di depan memberi contoh dan teladan
b.
Di tengah membangkitkan daya dan
kekuatan
c.
Di belakang memberikan motivasi dan
semangat
Guru yang selalu dalam Radha Allah
memang harus senantiasa menjadi teladan dalam memberikan motivasi terhadap
murid-murid. Motivasi yang bukan hanya membangkitkan semangat, menggelorakan
gairah belajar, tapi juga mendatangkan kedamaian, bukan kegelisahan.[41]
4.
Teladan dalam Berbicara
Guru hendaknya menjadi teladan dalam
berbicara. Sebab, murid-murid adalah “beo” yang baik untuk menirukan kata-kata
baik. Itu akan tercapai bila guru sedah mencapai taraf sebagai orang bijaksana,
sehingga mulutnya selalu keluar kata-kata baik yang bernilai kebajikan dan
mengenalkan manusia (murid-murid) kepada Tuhannya, serta mengajak mereka kepada
kebaikan dan kebajikan. Tidak selayaknya seorang guru mengeluarkan kata-kata
kasar dan kotor yang tidak mencerminkan kredibilitas dan integritas dirinya
sebagai pendidik. Harga diiri dan kehormatannya akan jatuh bila hal-hal buruk
keluar dari mulutnya. Dan terkadang manusia dinilai oleh orang lain dari
perkataannya, cita rasa bahasannya. Disisi ini, guru harusnya menjadi terdepan
dalam berbicara.[42]
5.
Teladan dalam Berkarya
Guru seolah-olah bukan orang yang
bekerja atau sedang menjalankan tugas tertentu. Tapi dia lebih seperti seorang
seniman, yang berkarya menciptakan sebuah karya seni. Karya seni fenomenal
seorang guru adalah murid-murid yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
Bukan sekedar murid yang pintar secara akademis. Dalam bahasa sederhana,
seorang guru harus meniatkan seluruh aktivitas keguruannya karna Allah
semata-mata, agar karya yang dihasilkanya adalah karya yang diridhai dan
diberkahi Allah. Dengan demikian guru telah menjadi teladan dalam berkarya. Dan
Rasulullah Saw menegaskan, bahwa tangan yang berada diatas (tangan yang berkarya)
lebih baik daripada tangan yang di bawah, yang sekedar menerima dan pasrah.
Dalam konteks guru, seorang guru tidak seharusnya melakukan tindakan-tindakan
yang tidak terpuji, yang melanggar norma-norma yang berlaku di masyarakat atau
menabrak hukum positif yang telah diterapkan pemerintah. Kalau itu yang
dilakukan oleh guru, maka dia telah menghasilkan”karya” yang buruk.[43]
6.
Teladan dalam Melangkah
Memang guru harus menjadi teladan dalam
melangkah. Mau tidak mau, suka tidak suka dan sadar atau tidak sadar, guru
adalah manusia yang mempunyai “pengikut”. Pengikutnya adalah murid-muridnya.
Oleh karena itu, menjadi keharusan kalau guru selalu mempertimbangkan tindak
tanduknya. Ke mana dia akan melangkah, dan apa yang dia akan lakukan sehingga
dia melangkah, itu harus selalu diperhatikan. Teladan utama manusia, Nabi
Muhammad Saw, adalah orang yang selalu menganjurkan rmanusia berbuat kebaikan
dan menjauhi perbuatan kemungkaran. Dan beliau adalah orang pertama yang
mempraktikan apa yang beliau anjurkan itu, karena beliau adalah anutan yang
akan diikuti banyak orang. Dia harus menjadi orang pertama yang memprkatikan
prilaku terpuji, baik didepan murid-muridnya maupun dibelakang mereka. Hanya
dengan begitu akan diikuti oleh anak-anak didiknya. Dan itu artinya, dia telah
menjadi teladan dalam melangkah. Sekali lagi, guru memang harus menjadi teladan
dalam melangkah. Itu artinya, agar tidak salah arah, maka sebelu melangkah, dia
harus melakukan beberapa hal berikut ini:[44]
a.
Membuat perencanaan berkenaan dengan
langkah yang akan diambil,
b.
Menetapkan tujuan, kemana langkah yang
akan diayunkan,
c.
Menetapkan target, untuk apa dia
melangkah kesana,
d.
Dari sekian banyak jalan, melalu jalan
yang mana dia akan melangkah?
e.
Apakah langkah itu kalau diambil akan
mendatangkan manfaat untuk kebaikan orang banyak?
f.
Dan seterusnya.
Kalau guru telah menjadi teladan dalam
melangkah, maka murid-murid yang berada dibelakangnya tidak akan tersesat
jalan.
7.
Teladan dalam Berempati
Berempati adalah cara kita untuk merasa
senasib sepenanggungan dengan orang lain. kita merasa sakit dan derita
saudara-saudara kita yang sakit dan menderita. Seluruh tubuh kita, lahir dan
batin, ikut merasakannya, seakan-akan sakit dan penderitaan itu juga kita
alami. Dan perasaan itu muncul dari dasar hati yang paling dalam, tanpa
direkayasa. Orang yang mempunyai empati, lebih dari sekedar simpati. Karena
simpati biasanya timbul disebabkan oleh rasa belas kasihan. Sedangkan empati
timbul karena penghargaan dan kesetaraan. Guru-guru sesungguhnya dapat menjadi
teladan bagi murid-murid mereka dalam berempati. Dan itu bisa dimulai dari
hal-hal yang kecil dan sepele di lingkungaan yang paling dekat. Misalnya denan
menyapa mereka dan tidak menampakan wajah yang angker atau sekedar tersenyum.
Guru juga bisa mengajarkan atau lebih tepatnya memotivasi murid-muridnya,
bagaimana mengubah simpati menjadi empati. Misalnya, secara demonstrative guru
memperlihatkan antusiaskan dalam mendengarkan keluhan, pendapat, atau
pertanyaan seorang murid dihadapan teman-temannya. Dia berikan perhatian penuh
dengan seluruh potensi kemanusiaannya. Artinya, bukan fisiknya saja yang tampak
terlibat, tapi juga emosi dan hatinya.[45]
Bila ketujuh teladan tersebut dapat
diperankan oleh seorang guru, maka dia telah menjadi Sang Teladan Sejati.
Dialah guru atau pendidik profesional sebenarnya, yang memiliki kualitas
perangkat diri yang dimaksimalkan pemanfaatannya sesuai dengan kehendak Allah.
Dia akan menjadi guru atau pendidik teladan dengan “ kualitas” seorang Nabi.[46]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidik ialah orang yang bertanggung
jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta
didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, oleh sebab itu yang bertanggung
jawab terhadap pendidikan ialah orang tua dalam keluarga, guru/pendidik dalam
sekolah, pemimpin program pembelajaran, latihan dan masyarakat/ organisasi. seorang pendidik hendaknya memiliki karakteristik yang dapat membedakannya
dari yang lain antara lain, bersifat ikhlas yaitu melaksanakan tugasnya sebagai
pendidik semata-mata untuk mencari keridhoan Allah dan menegakkan kebenaran,
mempunyai watak dan sifat rubbaniyah, bersifat sabar dalam mengajar, Jujur,
mampu menggunakan metode mengajar yang bervariasi, dan mampu mengelola kelas.
Pendidik sebagai tauladan dalam memperhatikan, dalam mendengarkan, dalam
memotivasi, dalam berbicara, dalam berkarya, dalam melangkah dan tauladan dalam
berempati.
B. Saran
Semoga
makalah ini bisa bermanfaat bagi para pembacanya dan kami sangat mengharapkan
ada kritik dan saran yang dapat membangun, agar kami dapat lebih baik lagi
dalam menyusun dan membuat makalah ini. Kami rasa makalah ini pembaca memang
sangat jauh dari kata kesempurnaan, tetapi diharapkan para dan dosen pembimbing
mata kuliah pengantar pendidikan KH. Toto Sianti Aji M.Ag dapat memakluminya
karena kami masih dalam tahap belajar dan perlu bimbingan untuk kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl, Al-Mawardi
Prima, Jakarta, 2012.
Anita E. Wolfolk, Lorraine
McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I), Inisiasi
Press, Jakarta, 2004.
Fathurrohman, M , Sulistyorini , Meretas Pendidikan Berkualitas dalam
Pendidikan Islam, Teras, Yogyakarta, 2012.
J.S. Badudu, dan Muhammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996.
Kunandar, Guru Profesional, RajaWaliI Pres, Jakarta, 2009.
Langgulung, H,
Pendidikan Islam Menghadapi Abad
21, Pustaka al Husna, Jakarta,
1998.
Mujib, A,
Mudzakkir, J, Ilmu Pendidikan Islam, Kencana Prenada
Media, Jakarta, 2006.
Ni’am Asrorun, S, Membangun
Profesionalitas Guru, Elsas, Jakarta,
2006.
Noorhayati Aliet,
S, Telaah Filsafat Pendidikan
Edisi Revisi, Deepublish, Yogyakarta,2014.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia,
Jakarta, 2006.
Rohmad, A, Kapita
Selektra Pendidikan, Bina Ilmu , Jakarta, 2005.
Salahudin, A,
Alkrienciehie, I, Pendidikan Karakter, Pustaka Setia, Bandung, 2013.
Tafsir, A, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Remaja Rosda Karya,
Bandung, 1972.
Tirtarahardja, U, Sulo, Pengantar
Pendidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 2013.
[1]
Noorhayati Aliet, S, Telaah Filsafat Pendidikan Edisi Revisi
(Yogyakarta: Deepublish,2014), Cet.1 ,hal.20-21.
[2]
Salahudin, S, Alkrienciehie, I, Pendidkan
Karakter (Bandung: CV. Pustaka Setia,2013), hal.123.
[3]
J.S. Badudu, Muhammad, Kamus Umum Bahasa
Indonesia (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), hal.342
[4]
Tirtarahardja, U, Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2013), hal.54
[5]
Tafsir, A, Ilmu Pendidikan dalam
Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya,1972),hal.74-75.
[6]
Fathurrohman, M , Sulistyorini , Meretas
Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras,
2012),hal.17-18.
[7]
Langgulung, H, Pendidikan Islam Menghadapi Abad 21 (Jakarta: Pustaka al Husna,
1998),hal.86.
[8]
Kunandar, Guru Profesional (Jakarta:
RajaWALI Pres, 2009 ), hal. 53-54.
[9]
Ni’am Asrorun, S, Membangun Profesionalitas Guru (Jakarta: Elsas, 2006),hal.9.
[10]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:
Kalam Mulia, 2006),hal.55.
[11]
Rohmad, A, Kapita Selektra Pendidikan (Jakarta: Bina Ilmu, 2005),hal.34.
[12]
Mujib, A, Mudzakkir, J, Ilmu
Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006),hal.93.
[13]
Salahudin, A, Alkrienciehie, I, Pendidikan Karakter (Bandung: Pustaka
Setia,2013) Cet.1,hal.123.
[14]
Salahudin, A, Alkrienciehie, I, Pendidikan Karakter (Bandung: Pustaka
Setia,2013) Cet.1,hal.124.
[15]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.3-7.
[16]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.3.
[17]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.3.
[18]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.4.
[19]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.4.
[20]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.5.
[21]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.5-6.
[22]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet.1, hal.6-7.
[23]
Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2014) Ed. 1,Cet.
9,hal.157-158.
[24]
Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rajawali Press, 2014) Ed. 1,Cet.
9,hal.164.
[25]
Salahudin, A, Alkrienciehie, I, Pendidikan
Karakter (Bandung: Pustaka Setia,2013) Cet.1,hal.130.
[26]
Mudyahardjo, R, Pengantar Pendidikan (Jakarta:
Rajawali Press, 2014) Ed. 1,Cet. 9,hal.167-168.
[27]
Fathurrohman, M, Sulistyorini , Meretas Pendidikan Berkualitas dalam
Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras, 2012),hal.39.
[28]Fathurrohman,
M, Sulistyorini , Meretas Pendidikan Berkualitas dalam Pendidikan Islam (Yogyakarta:
Teras, 2012),hal. 42.
[29]
Salahudin, A, Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan
Karakter (Bandung: Pustaka Setia,2013) Cet.1,hal.135.
[30]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet. I, hal.51.
[31]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet. I, hal.61.
[32]
Anita E. Wolfolk, Lorraine McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian dan Kecerdasan Anak-anak (Psikologi Pembelajaran I)
(Jakarta:Inisiasi Press, 2004) Cet. I, hal.62.
[33]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.153.
[34]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet. I, hal.155.
[35]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.156-157.
[36]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.166.
[37]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.167-180.
[38]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.167.
[39]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.168.
[40]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.169-171.
[41]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.171.
[42]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.172-173.
[43]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.174.
[44]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.174-177.
[45]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.177-180.
[46]
Abdul Hamka A, Karakter Guru Profesionl (Jakarta:
Al-Mawardi Prima,2012) Cet.1, hal.181.